Minggu, 25 Desember 2011

model pembelajaran kuantum

Model Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
1. Pengertian
Pembelajaran kuantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu quantum learning. “Quantum Learning  adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yan1g dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat” (Bobbi DePorter & Mike Hernacki, 2011:16 ).
Dengan demikian, pembelajaran kuantum dapat dikatakan sebagai model pembelajaran yang menekankan untuk memberikan manfaat yang bermakna dan juga menekankan pada tingkat kesenangan dari peserta didik atau siswa.
Selanjutnya, Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:30) mengungkapkan mengenai karakterisitik dari pembelajaran kuantum (quantum learning) yaitu sebagai berikut.
1.      Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.
2.      Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.
3.      Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis.
4.      Pembelajaran kuantum berupaya memadukan (mengintegrasikan), menyinergikan, dan mengkolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran.
5.      Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna.
6.      Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
7.      Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat.
8.      Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.
9.      Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran. Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis.
10.  Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup, dan prestasi fisikal atau material.
11.  Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.
12.  Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.
13.  Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.

2. Tujuan
Menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:12) adapun tujuan dari pembelajaran kuantum (quantum learning) adalah sebagai berikut.
a.       Untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
b.      Untuk menciptakan proses belajar yang menyenangkan.
c.       Untuk menyesuaikan kemampuan otak dengan apa yang dibutuhkan oleh otak.
d.      Untuk membantu meningkatkan keberhasilan hidup dan karir.
e.       Untuk membantu mempercepat dalam pembelajaran
Tujuan di atas, mengindikasikan bahwa pembelajaran kuantum mengharapkan perubahan dari berbagai bidang mulai dari lingkungan belajar yaitu kelas, materi pembelajaran yang menyenangkan, menyeimbangkan kemampuan otak kiri dan otak kanan, serta mengefisienkan waktu pembelajaran.
Menurut Kompasiana (2010) Lingkungan belajar dalam pembelajaran kuantum terdiri dari lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro adalah tempat siswa melakukan proses belajar, bekerja, dan berkreasi. Lebih khusus lagi perhatian pada penataan meja, kursi, dan belajar yang teratur. Lingkungan makro yaitu dunia luas, artinya siswa diminta untuk menciptakan kondisi ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya, sehingga kelak dapat berhubungan secara aktif dengan masyarakat.
Selain itu, Bobbi DePorter,et al., (2004:14) menyatakan mengenai lingkungan dalam konteks panggung belajar. “Lingkungan yaitu cara guru dalam menata ruang kelas, pencahayaan warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik, dan semua hal yang mendukung proses belajar”.
Jadi, dapat dikatakan bahwa pembelajaran kuantum sangat memperhatikan pengkondisian suatu kelas sebagai lingkungan belajar dari peserta didik mengingat model pembelajaran kuantum merupakan adaptasi dari model pembelajaran yang diterapkan di luar negeri.

3. Keunggulan dan Kelemahan Model pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:18-19) dalam bukunya yang berjudul ”Quantum Learning” juga menjelaskan mengenai keunggulan dan kelemahan dari pembelajaran kauntum (quantum learning) yaitu sebagai berikut.
1.      Keunggulan
a.       Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.
b.      Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.
c.       Pembelajaran kuantum lebih konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis.
d.      Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekedar transaksi makna.
e.       Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.
f.       Pembelajaran kuantum sangat menentukan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat.
g.      Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.
h.      Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.
i.        Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan (dalam) hidup, dan prestasi fisikal atau material.
j.        Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.
k.      Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.
l.        Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.
2.      Kelemahan
a.       Membutuhkan pengalaman yang nyata
b.      Waktu yang cukup lama untuk menumbuhkan motivasi dalam belajar
c.       Kesulitan mengidentifikasi keterampilan siswa
Berdasarkan pemaparan keunggulan dan kelemahan pembelajaran kuantum, pembelajaran kauntum sangat memperhatikan keaktifan serta kreatifitas yang dapat dicapai oleh peserta didik. Pembelajaran kuantum mengarahkan seorang guru menjadi guru yang “baik”. baik dalam arti bahwa guru memiliki ide-ide kreatif dalam memberikan proses pembelajaran, mengetahui dengan baik tingkat kemampuan siswa.

4. Prinsip Model Pembelajaran Kuantum (Quantum Learning)
Adapun prinsip-prinsip pembelajaran kuantum (quantum learning ) adalah sebagai berikut.
1.      Prinsip utama pembelajaran kuantum berbunyi: Bawalah Dunia Mereka (Pembelajar) ke dalam Dunia Kita (Pengajar), dan Antarkan Dunia Kita (Pengajar) ke dalam Dunia Mereka (Pembelajar).
2.      Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa proses pembelajaran merupakan permainan orchestra simfoni.
3.      Prinsip-prinsip dasar ini ada lima macam berikut ini :
a.       Ketahuilah bahwa segalanya berbicara
Dalam pembelajaran kuantum, segala sesuatu mulai lingkungan pembelajaran sampai dengan bahasa tubuh pengajar, penataan ruang sampai guru, mulai kertas yang dibagikan oleh pengajar sampai dengan rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang pembelajaran.
b.      Ketahuilah bahwa segalanya bertujuan
Semua yang terjadi dalam proses pengubahan energy menjadi cahaya mempunyai tujuan.
c.       Sadarilah bahwa pengalaman mendahului penamaan
Poses pembelajaran paling baik terjadi ketika pembelajar telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh makna untuk apa yang mereka pelajari.
d.      Akuilah setiap usaha yang dilakukan dalam pembelajaran
Pembelajaran atau belajar selalu mengandung risiko besar.
e.       Sadarilah bahwa sesuatu yang layak dipelajari layak pula dirayakan
Segala sesuatu dipelajari sudah pasti layak pula dirayakan keberhasilannya.
f.       Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran lurus berdampak bagi terbentuknya keunggulan (Bobbi DePorter, et al., 2004:6-7).
Dengan kata lain pembelajaran perlu diartikan sebagai pembentukan keunggulan. Oleh karena itu, keunggulan ini bahkan telah dipandang sebagai jantung fondasi pembelajaran kuantum.
Selain membahas mengenai prinsip model pembelajaran kuantum (quantum learning), Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:76) juga berpendapat mengenai 7 (tujuh)  kunci keunggulan yang diyakini dalam pembelajaran kuantum yaitu sebagai berikut.
1.      Teraplah Hidup dalam Integritas
Dalam pembelajaran, bersikaplah apa adanya, tulus, dan menyeluruh yang lahir ketika nilai-nilai dan perilaku kita menyatu.
2.      Akuilah Kegagalan Dapat Membawa Kesuksesan
Dalam pembelajaran, kita harus mengerti dan mengakui bahwa kesalahan atau kegagalan dapat memberikan informasi kepada kita yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut sehingga kita dapat berhasil.
3.      Berbicaralah dengan Niat Baik
Dalam pembelajan, perlu dikembangkan keterampilan berbicara dalam arti positif dan bertanggung jawab atas komunikasi yang jujur dan langsung.
4.      Tegaskanlah Komitmen
Dalam pembelajaran, baik pengajar maupun pembelajar harus mengikuti visi-misi tanpa ragu-ragu, tetap pada rel yang telah ditetapkan.
5.      Jadilah Pemilik
Dalam pembelajaran harus ada tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab tidak mungkin terjadi pembelajaran yang bermakna dan bermutu.
6.      Tetaplah Lentur
Dalam pembelajaran, pertahanan kemampuan untuk mengubah yang sedang dilakukan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Pembelajar lebih-lebih , harus pandai-pandai membaca lingkungan dan suasana, dan harus pandai-pandai mengubah lingkungan dan suasana bilamana diperlukan.

7.      Pertahankanlah Keseimbangan
Dalam pembelajaran, pertahanan jiwa, tubuh, emosi, dan semangat dalam satu kesatuan dan kesejajaran agar proses dan hasil pembelajaran efektif dan optimal.
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran kuantum (quantum learning) menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:13) diantaranya:
1.      Sikap positif
2.      Motivasi
3.      Keterampilan belajar seumur hidup
4.      Kepercayaan diri
5.      Sukses

5.  Sintaks Model Pembelajaran Kuantum (Quuantum Learning)
Sintaks atau langkah model pembelajaran kuantum (quantum learning) yang dikenal dengan sebutan TANDUR Bobbi DePorter,et al.,(2004:10) adalah sebagai berikut :
1.      Tumbuhkan
Tumbuhkan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaatnya BagiKu” (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan belajar.
2.      Alami
Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar. 
3.      Namai
Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi, sebuah “masukan”.
4.      Demonstrasikan
Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk “menunjukkan bahwa mereka tahu”.
5.      Ulangi
Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan, “Aku tahu bahwa aku memang tahu ini”.
6.      Rayakan
Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
Perayaan dalam pembelajaran kuantum sangat diutamakan atau sangat penting. Perayaan dapat membangun keinginan untuk sukses dalam pembelajaran. Menurut Bobbi DePorter,et al., (2004:31-34), terdapat beberapa bentuk perayaan menyenangkan yang biasa digunakan yaitu:
a.       Tepuk Tangan
Teknik ini terbukti tidak pernahh gagal memberikan inspirasi.
b.      Hore! Hore! Hore!
Cara ini sangat mengasyikkan jika dilakukan “bergelombang” ke seluruh ruangan. Caranya adalah guru memberikan aba-aba, semua orang atau siswa melompat berdiri dan berteriak senyaring mungkin, “Hore, Hore, Hore!” sambil mengayunkan tangan ke depan dank e atas.
c.       Wussss
Jika diberi aba-aba, semua orang bertepuk tangan tiga kali secara serentak, lalu mengirimkan segenap energi positif mereka kepada orang yang dituju. Cara melakukannya adalah setelah bertepuk, tangan mendorong kea rah orang tersebut sambil berteriak “Wusssss”.
d.      Jentikan Jari
Jika guru atau pengajar memerlukan pengakuan yang tenang, daripada tepuk tangan, gunakan jentikan jari berkesiinambungan.
e.       Poster Umum
Mengakui individu atau seluruh kelas, misalnya “Kelas Enam The Best!.
f.       Catatan Pribadi
Sampaikan kepada siswa secara perseorangan untuk mengakui usaha keras, sumbangan pada kelas, perilaku atau tindakan yang baik hati.
g.      Persekongkolan
Mengakui seseorang secara tak terduga. Misalnya seluruh kelas dapat bersekongkol untuk mengakui kelas lain dengan cara memasang poster positif (atau surat) misterius yang bertuliskan hal-hal seperti “Kelas VI hebat lho!” atau “Selsangat Menempuh Ujian hari Ini!”.
h.      Kejutan
Kejutan harus terjadi secara acak. Kejutan bukan merupakan hadiah yang diharapkan oleh siswa. Jadikan kejutan tetap sebagai kejutan!.
i.        Pengakuan Kekuatan
Lakukan jika menginginkan orang mendapatkan pengakuan, setelah mereka saling mengenal dengan baik. Cara melakukan adalah atur siswa untuk duduk membentuk tapak kuda, dengan satu kursi (kursi jempol) di bagian terbuka tapal. Setiap orang bergiliran menduduki kursi jempol. Siswa pada kursi jempol tersebut duduk diam sambil mendengarkan dan memperhatikan. Setiap siswa dalam tapal mengakui kekuatan istimewa atau sifat-sifat baik dari siswa yang duduk di kursi jempol. Guru dapat memberikan contoh hingga murid-murid tahu cara melanjutkannya.
Berdasarkann uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kesenangan peserta didik sangat diperhatikan baik dari cara memberikan penguatan ataupun dari bentuk variasi lingkungan belajar.

keterampilan menulis

Keterampilan Menulis
1. Menulis
            Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang memegang peran penting dalam proses komunikasi yang lebih efektif. Menulis seperti halnya keterampilan berrbicara, merupakan salah satu keterampilan yang produktif. Artinya, menulis merupakan salah satu kegiatan yang menghasilkan atau menulis merupakan kegiatan yang aktif menghasilkan tulisan. Disamping itu, menulis juga merupakan kegiatan yang ekspresif karena dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan gagasan, maksud, pikiran, ataupun pesan yang dimiliki kepada orang lain.
            Taringan (1994) menyatakan menulis merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Selain itu, beliau juga menyatakan bahwa melalui kegiatan menulis, gagasan dapat dikembangkan. Ini berarti menulis merupakan suatu kegiatan yang dapat membantu dalam mengembangkan gagasan-gagasan yang dimiliki. Dengan kata lain, melalui kegiatan menulis, gagasan-gagasan yang dimiliki dapat diorganisasikan dan disampaikan secara tersurat kepada orang lain.
            Selanjutnya, Semi (1990) menyatakan menulis itu merupakan salah satu keterampilan berbahasa, merupakan kegiatan perekaman bahasa lisan ke dalam bentuk bahasa tulis. Pada hakikatnya, menulis sama dengan berbicara karena materi yang digunakan sama, yaitu kata dan kalimat sehingga wajarlah dikatakan bahwa menulis ialah upaya memindahkan bahasa lisan ke dalam wujud tertulis. Hanya saja dalam kegiatan menulis, diperlukan pengetahuan tentang ejaan dan tanda baca.
            Depdikbud mengemukakan, keterampilan menulis merupakan keterampilan tertinggi dalam bahasa Indonesia. Gagne menyatakan bahwa menulis sebagai kegiatan tertinggi karena keterampilan menulis merupakan keterampilan kognitif (memahami, megetahui, mempersepsi) yang kompleks yang menghendaki strategi kognitif yang tepat, keterampilan intelektual, informasi verbal dan motivasi yang tepat. Dibandingkan dengan ketiga keterampilan yang lain (menyimak, berbicara, dan membaca), keterampialn menulis lebih sulit karena dalam menulis, disamping pengetahuan tentang kosakata, perlu juga pengetahuan tentang ejaan, tanda baca, dan kalimat efektif. Atau dengan kata lain, keterampilan menulis ini meliputi bagaimana cara menuangkan pikiran dalam kalimat dengan menggunakan kata yang tepat serta penulisan yang sesuai dengan ejaan. Selain itu, dalam kegiatan menulis dituntut adanya pengethauan dan pemahaman mengenai topik yang akan ditulis dan bagaimana cara yang baik dalam menuangkannya ke dalam bentuk tulisan.
            Berdasarkkan pandangan dan pemaparan mengenai pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang paling kompleks yang bersifat produktif dan ekspresif yang dapat menghasilkan gagasan yang tertuang ke dalam bahasa tulis yang diperoleh dari proses berfikir. Untuk dapat menghasilkan tulisan, diperlukan keterampilan kognitif berupa pengetahuan, pemahaman, dan apersepsi penulis mengenai apa yang akan ditulis, yang tentu saja melibatkan unsur pikiran.
            Arini,dkk; (2007:183) menyatakan bahwa “menulis sebagai proses berfikir mengandung makna bahwa sebelum, saat, atau setelah menuangkan gagasan dan perasaan secara tertulis diperlukan keterlibatan proses berfikir. Melalui proses berfikir, gagasan yang dituangkan ke dalam kalimat/paragraf dapat dianalisis kelogisannya”. Dengan demikian, menulis dan proses berfikir berkaitan erat dalam menghasilkan tulisan yang runtut. Tulisan yang runtut merupakan manifestasi dari keterlibatan proses berfikir. Proses berfikir sangat menentukan sebuah tulisan yang berkualitas. Pada saat menulis, siswa dituntut berfiikir untuk menuangkan gagasannya secara tertulis berdasarkan skema, pengetahuan, dan pengalaman yang dimiliki. Dalam proses tersebut, kesungguhan menyusun, menata, serta mempertimbangkan secara kritis dan menata ulang gagasan yang dicurahkan. Hal tersebut diperlukan agar tulisan yang dihasilkan dapat dipahami dengan baik oleh orang lain.

2. Keterampilan Menulis
            Arini,dkk; (2007:183) menyatakan bahwa “keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh seseorang”. Dalam kegiatan menulis, banyak persyaratan yang harus dipenuhi. Sebuah tulisan yyang baik memiliki ciri-ciri, diantaranya bermakna,  jelas/lugas, merupakan kesatuan, singkat dan padat, serta memmenuhi kaidah kebahasaan. Disamping itu, tulisan yang baik harus bersifat komunikatif.
            Dalam menghasilkan tulisan sesuai dengan syarat di atas, dituntut beberapa kemampuan. Apabila misalnya menulis sebuah essay, kita harus memiliki pengetahuan tentang apa yang akan ditulis. Artinya, kita harus memiliki pengethuan mengenai isi tulisan. Disamping itu, kita juga harus mengetahui bagaimana menuliskkannya. Hal ini meliputi kemampuan menggunakan bahasa dab teknik penulisannya. Oleh karena itu, keterampilan menulis harus dibina dan ditingkatkan secara intensif. Kebiasaan menulis, termasuk menulsi karya ilmiah harus dikembangkan dari tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
            Agar pembelajaran menulis terlaksana secara terarah dan efektif, perluu ada prinsip-prinsip yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi pendidik yaitu guru. Dixon dan Nassel (dalam Arini dkk; 2007), mengemukakan beberapa prinsip pembeljaran menulis. Prinsip pembelajaran menulis. Prinsip pembelajaran menulis yang dimaksud adalah sebagai berikut.
1.      Dalam kegiatan menulis, siswa bertitik tolak dari topik priibadi yang bermakna. Prinsip ini mengisyaratkan bahwa topik yang dipahami dan diminati oleh siswa.
2.      Sebelum menulis siswa hendaknya diberi bercakapan. Prinsip ini mengisyaratkan agar kegiatan menulis didahului oleh kegiatan berbicara pengalaman, pengetahuan, dan kegemaran siswa yang ada kaitannya dengan topik.
3.      Menulis bukan merupakan keterampilan yang mudah. Prinsip ini mengisyaratkan agar keterampilan menulis dibelajarkan dalam konteks yang menyenangkan, khususnya bagi penulis pemula. Mereka perlu mendapatkan bimbinggan tentang komposisi penulisann yang sederhana agar mereka bergairah menulis dan tidak mempunyai rasa frustasi.
4.      Menulis hendaknya diberikan ke dalam bentuk komunikasi. Segal aide yang ditulis hendaknya merupakan sesuatu yang dapat mereka sampaikan. Mereka menjadi yakin bahwa melalui tulisan, idea tau gagasan siswa dikomunikasikan kepada orang lain.
5.      Menghindari pengoreksian kesalahan menulis. Kesalahan tata bahasa, penyusunan kalimat, dan kesalahan mekanik sebagai akibat keterbatasan kebahasan mereka hendaknya disikapi sebagai hal yang wajar. Pengoreksian kesalahan tata bahasa dan mekanik dilaksanakan setelah siswa lancar dan tidak mengalami kesulitan atau keterbatasan dalam menulis.
6.      Antara tugas menulis dan tugas membaca atau keterampilan berbahasa lainnya hendaknya ada hubungan yang jelas. Pembelajaran menulis hendaknya mempunyai keterkaitan dengan cerita yang telah dibaca atau didengar.

3. Proses Menulis
Selain memahami mengenai prinsip-prinsip pembelajaran menulis, seorang guru juga harus memahami mengenai proses menulis. Proses menulis mengikuti alur yang terdiri dari lima tahap, yaitu (1) pramenulis, (2) menyusun draf, (3) merevisi, (4) mengedit, dan (5) mempublikasikan. Adapun proses menulis tersebut menurut Arini dkk;(2007) adalah sebagai berikut.
1.      Tahap Pramenulis
Tahap pramenulis merupakan tahap persiapan. Pada tahap ini seorang penulis melakukan berbagai aktivitas, yakni menetukan/menemukan ide tulisan yang dijadikan topik, menentukan bentuk/jenis karangan, menulis judul, menyususn kerangka karangan, dan mengumpulkan bahan-bahan. Ide tulisan dapat ditentukan berdasarkan pengalaman, hasil observasi, hasil membaca, atau berdasarkan imajinasi seseorang. Selanjutnya, seorang penulis menetapkan bentuk penulisan sesuai dengan tujuan penuliisan, sehingga ada berbagai bentuk tulisan, yakni narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi dan persuasi. Seorang penulis juga menentukan judul tulisan. Judul tulisan dirumuskan sedemikian rupa, sehingga judul tersebut singkat, provokatif, dan relevan dengan ide. Di samping itu, judul diusahakan disusun dalam bentuk frase dan bukan kalimat. Berdasarkan ide yang telah ditetapkan, selanjutnya disusunlah kerangka karangan/tulisan dan dilanjutkan dengan mengumpulkan bahan-bahan tulisan.
2.      Tahap Menyusun Draf
Pada tahap menyusun draf, seorang penulis mulai menjabarkan id eke dalam bentuk tulisan. Ide-ide dituangkan dalam bentuk kalimat dan paragraph. Selanjutnya, paragraf-paragaf tersebut dirangkaikan menjadi sebuah tulisan yang utuh.
3.      Tahap Merevisi
Tahap merevisi adalah tahap memperbaiki tulisan. Perbaikan dilakukan terhadap struktur karangan dan kebahasaan. Struktur karangan meliputi ketepatan ide pokok dan ide penjelas serta sistematika dan penalarannya. Struktur kebahasan meliputi pilihan kata, struktur bahasa, ejaan, pemenggalan suku kata, dan tanda baca. Pada tahap ini, judul yang telah ditentukan sebelumnya dapat diubah/diperbaiki apabila judul tersebut dianggap kurang relevan.
4.      Tahap Mengedit
Tahap mengedit (menyunting) merupakan tahap memperbaiki kesalahan mekanik yang terdapat dalam draf, misalnya kesalahan ukuran kertas, bentuk tulisan, dan spasi. Proses pengeditan dapat diperluas dan disempurnakan dengan penambahan gambar/ilustrasi. Hal ini dilakukan agar tulisan tersebut lebih menarik dan lebih mudah dipahami.
5.      Tahap Mempublikasikan
Pada tahap ini, tulisan yang sudah selesai disusun dapat diperkenalkan kepada publik/orang lain, baik dalam bentuk cetakan ataupun noncetakan. Dalam bentuk noncetakan, tulisan dapat dipublikasikan dengan jalan membacakan, menceritakan, atau mementaskan tulisan tersebut di depan orang lain. Dalam bentuk cetakan, tulisan tersebut dapat dipajang pada papan pajangan yang ada di kelas/sekolah. Publikasi yang dilaksanakan dapat memacu semangat bersaing secara positif dan memiliki dampak psikologis yang amat baik bagi seseorang. Dengan mempublikasikan karanya, seorang penulis merasa diperhatikan atau dihargai.

2.4  Kerangka Berpikir
1.      Hubungan antara Kreativitas dengan Keterampilan Menulis
Berdasarkan teori-teori dan hasil penelitian yang dikemukakan di atas, nampaklah bahwa keterampilan menulis dipengaruhi oleh kreativitas. Kepemilikan kreativitas yang memadai membantu terselesainya tugas-tugas keterampilan menulis. Pola berpikir divergen yang merupakan ciri pribadi yang kreatif, membantu peserta didik dalam menemukan gagasan atau ide dalam keterampilan menulis. Sesungguhnya, setiap individu mampu meningkatkan kreativitas yang dimiliki dalam diri, namun hal tersebut sangat sulit jika tidak dibiasakan dengan latihan-latihan.
Atas dasar kerangka berpikir diatas maka dapat diduga bahwa semakin terasah kreativitas seseorang, semakin positif pula keterampilan menulis pada pelajaran Bahasa Indonesia khususnya dan pelajaran lain pada umuumnya.
2.      Hubungan antara Tingkat Emosional dengan Keterampilan Menulis
Dalam proses pembelajaran, suasana hati atau tingkat emosional seseorang sangat mempengaruhi bagaimana individu tersebut mengikuti proses pembelajaran. Tingkat emosional yang sedang dialami pendidik atau guru jauh lebih berpengaruh dibandingkan tingkat emosional yang sedang dialami oleh peserta didik. Namun, sesungguhnya kedua belah pihak baik guru maupun siswa saling mempengaruhi dalam hal tingkat emosional. Tingkat emosional dapat dirubah atau berubah dengan sendirinya bergantung pada individu atau orang terdekat individu. Dalam peningkatan keterampilan menulis, dimana menulis memerlukan pemikiran yang tenang namun konsentrasi sangat dipengaruhi oleh tingkat emosional. Jika suasana hati atau tingkat emosional pada saat itu buruk dan tugas keterampilan menulis adalah menulis  gagasan yang bernuansa menyenangkann maka secara otomatis tulisan yang telah disusun akan tidak sesuai.
Bertitik tolak dari uraian di atas, dapat diduga bahwa tingkat emosional yang terkontrol akan menimbulkan sikap yang positif pada siswa terhadap keterampilan menulis siswa.